Pangkalpinang, ham.go.id – Persoalan hutang piutang antara kreditur dan debitur yang dirasa tidak sejalan dengan prinsip HAM berakahir damai di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (22/06).
Permasalahan yang diadukan oleh pelapor yang bertindak sebagai kuasa debitur kepada Kantor Wilayah beberapa waktu lalu, perihal permohonan mediasi terkait dengan penetapan denda keterlambatan pembayaran angsuran oleh PT. Sinar Mitra Sepadan (SMS) Finance terhadap debitur Eka Anggun Fitria, warga Bangka Selatan yang dianggap dilakukan secara sepihak, karena tidak disertai bukti data print out/ rincian (hanya secara lisan) oleh karyawan SMS finance, sehingga debitur tidak tahu secara resmi berapa hari keterlambatan dan berapa denda perhari setiap keterlambatan pembayaran angsuran dimaksud.
Pelapor telah datang ke kantor SMS finance dengan tujuan untuk meminta data resmi print out/ rincian denda keterlambatan pembayaran angsuran dimaksud. Namun pihak karyawan SMS Finance saat ditemui tidak dapat memenuhi dan mengatakan bahwa harus debitur atas nama langsung yang datang jika ingin mengambil rincian tersebut.
Pengajuan permohonan pengurangan denda secara tertulis pun sudah dilakukan melalui surat, namun hingga saat ini belum ditanggapi.
Pelapor merasa keberatan dengan apa yang telah dilakukan pihak karyawan SMS Finance karena dianggap tidak mencerminkan pelayanan publik yang berkualitas dan tidak profesional. Menurut pelapor, penetapan denda keterlambatan dilakukan secara sepihak.
Pelapor berharap kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Kepulauan Bangka Belitung kiranya dapat membantu meminta klarifikasi kepada PT. SMS Finance terkait permasalahan tersebut guna mencari solusi terbaik antar kedua belah pihak.
Setelah dilakukan proses terhadap pengaduan tersebut oleh Tim Kantor Wilayah sesuai mekanisme yang diatur dalam Permenkumham 23 tahun 2022 tentang Penanganan dugaan Pelanggaran HAM, mulai dari pemeriksaan berkas pengaduan, pemeriksaan substansi pengaduan hingga dilakukan koordinasi untuk meminta penjelasan/klarifikasi baik kepada pelapor maupun terlapor.
Kemudian Tim Kantor Wilayah memutuskan menghadirkan pelapor dan terlapor untuk melakukan upaya perdamaian, mengingat perubahan atas perjanjian yang telah dilakukan harus atas persetujuan kedua belah pihak.
Dalam pertemuan yang bertempat di Kantor wilayah, Kepala Bidang HAM, Suherman mengatakan bahwa pihaknya mengundang pelapor dan terlapor dengan tujuan untuk mencari win-win solution agar mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Suherman juga menekankan kepada seluruh pihak bahwa Kantor Wilayah tidak mengedepankan penyelesaian dari aspek hukum, melainkan lebih mengedepankan aspek kekeluargaan dan musyawarah mufakat (mediasi).
Akhirnya, melalui musyawarah yang panjang serta saran dan masukan dari Tim yang terdiri dari Perancang Peraturan Perundang-Undangan, Penyuluh Hukum, Analis Hukum dan jajaran Bidang HAM yang hadir pada saat itu, kedua belah pihak (Pelapor dan Terlapor) akhirnya saling menyadari atas kekeliruan yang mengakibatkan terjadinya miss komunikasi. Sehingga keduanya bersepakat untuk berdamai yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Perdamaian yang telah disiapkan oleh Tim Kantor Wilayah yang memuat butir-butir kesepakatan sebagai pegangan bagi kedua belah pihak.
Pelapor maupun Terlapor menyampaikan ucapan terima kasih serta apresiasi kepada Kanwil Kemenkumham Babel yang telah memfasilitasi memberi ruang dan waktu untuk penyelesaian masalah tersebut sehingga tercapainya kesepakatan damai.