Korban Puting Beliung Hidup Berdesakan di Kolong Rumah

POLEWALI MANDAR, KOMPAS.COM – Satu keluarga yang terdiri dari enam orang harus tinggal di kolong rumah berukuran 3×1,5 meter, di Dusun Penanian, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Keluarga Nanni terpaksa tinggal di lokasi yang tidak layak itu sejak Januari lalu karena rumah mereka rusak berat terkena hantaman puting beliung. Mereka tidak memiliki biaya untuk memperbaikinya. Penghasilannya sebagai petani penggarap tidak mencukupi untuk itu.

Setiap hari keluarganya berdesakan di kolong rumah itu. Yang paling menyiksa, kata Nanni, adalah kondisi di malam hari dan saat turun hujan.

Mereka melakukan berbagai aktivitas di situ. Anggota keluarga itu bahkan harus bergantian masuk bila hendak beraktivitas karena sempitnya ruangan. Misalnya, bila anak-anak belajar, yang lain harus keluar.

Menurut Nanni, sejak bencana puting beliung terjadi, belum ada bantuan dari pemerintah setempat pada para korbannya. “Jangankan bantuan, dijenguk pemerintah saja tak pernah,” ujar Nanni sambil menggendong dan menenangkkan anaknya yang sedang rewel.

Di tengah kondisi itu, pekan lalu orangtuanya jatuh dari rumah saat hendak merapikan atap rumah yang hancur. Nyawanya tidak tertolong.

Tidak jelas sampai kapan mereka akan tinggal di kolong rumah itu. Nanni berharap pemerintah setempat melihat nasib mereka dan segera memberi bantuan. EDITOR : Kistyarini

Pendaftaran Calon Anggota Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK) Periode 2008-2013

Dengan berakhirnya masa jabatan anggota LPSK periode 2008-2013 kami mengundang Warga Negara Indonesia terbaik untuk mendaftar dan mengikuti Calon Anggota LPSK 2013-2018.

Pendaftaran akan dibuka mulai akhir Maret 2013 sampai dengan 8 April 2013 dan informasi tentang persyaratan serta cara mendaftar dapat dilihat melalui pengumuman di beberapa media massa cetak maupun elektronik maupun media sosial. ikuti terus perkembangannya melalui website LPSK (www.lpsk.go.id)

[wpdm_file id=5]

Kegiatan Diseminasi Hak Asasi Manusia di Kabupaten Takalar – Provinsi Sulawesi Selatan

Kegiatan Diseminasi Hak Asasi Manusia di Kabupaten Takalar – Provinsi Sulawesi Selatan berlangsung pada tanggal 28 Februari 2013 bertempat di Kantor Bupati  Takalar – Provinsi Sulawesi Selatan. Narasumber Pusat dan Daerah adalah Drs.H.Usman Surur, M.Pd, Jabatan Kasubdit Pembudayaan Kesadaran HAM, pada Direktorat Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan HAM RI, dengan materi berjudul : ”Konsep Dasar HAM ”, Kusnandir, A.Ks. M.Si, Jabatan Pengembangan  Diseminasi HAM  pada Direktorat Diseminasi HAM, Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, membawakan pembahasan studi kasus yang bertemakan ” Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga  ”, Drs, Andi Rijal Mustamin,M.Si, Asisten Bupati Takalar – Provinsi Sulawesi Selatan , dengan materi “Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1948 : Konvensi Hak Perempuan

DI Kapel Wesleyan di Seneca Falls, New York, pada 19 Juli 1848, diselenggarakan sebuah konvensi mengenai hak-hak asasi perempuan. Itu merupakan konvensi perempuan pertama yang diadakan di Amerika Serikat.

Konvensi itu dihadiri 200 perempuan dan diorganisasikan Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton, dua perempuan anggota gerakan penghapusan perbudakan. Mereka bertemu pada 1840, saat Konvensi Antiperbudakan Dunia di London.

Berawal dari pertemuan itu, akhirnya mereka bekerja sama dengan Martha Wright, Mary Ann McClintock, dan Jane Hunt untuk membuat sebuah konferensi perempuan di Seneca Falls pada 1848.

Hari pertama konvensi hanya dapat dihadiri perempuan yang memang sengaja diundang, tetapi hari kedua konvensi dapat dihadiri masyarakat umum, termasuk 40 pria.

Stanton membacakan Declaration of Sentiments and Grievances yang menguraikan ketidakadilan yang terjadi pada perempuan di Amerika Serikat dan mengimbau perempuan Amerika Serikat untuk mengorganisasikan serta mengajukan petisi bagi hak-hak mereka.

Karena menyuarakan hak perempuan untuk memilih, Konvensi Seneca Falls dicela publik, bahkan beberapa pendukung hak perempuan menarik kembali sokongan mereka. Walau demikian, resolusi itu menandai awal

Skip to content