Tenaga Fasilitator Hak Asasi Manusia

Jakarta, ham.go.id – Direktorat Penguatan HAM menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) HAM bagi Calon Fasilitator HAM, diikuti 25 peserta yang bertempat di D’Hotel, Jakarta, Rabu – Jum’at (25-27/11).

Kegiatan yang dibuka oleh Kasubdit Program dan Bimtek HAM, Agoes Zadjuli, bertujuan untuk mencetak tenaga fasilitator HAM yang mampu memberikan pemahaman nilai – nilai HAM, kemudian disosialisasikan dan diimplementasikan oleh aparatur pemerintah dan semua lapisan masyarakat.

“Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Nah, agar semua pihak mengerti dan akhirnya memahami substansi tersebut, diperlukan sosialisasi masif dari aparat pemerintah khususnya para fasilitator HAM ini kepada masyarakat luas,” ungkap Agoes

Selain itu, tugas fasilitator dalam sebuah proses pelatihan hakekatnya mengantarkan peserta pelatihan untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau disediakan melalui/oleh penemunya sendiri melalui serangkaian proses diskusi dan metode-metode lainnya.

Selanjutnya fungsi fasilitator  memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi antara peserta dengan peserta maupun peserta dengan narasumber, agar mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama.

Agoes mengatakan bahwa kedepan tantangan menjadi fasilitator semakin besar, selain permintaan pelatihan mengenai Hak Asasi Manusia diprediksi akan mengalami kenaikan terus menerus, juga ketersediaan fasilitator HAM yang tidak begitu banyak.

“Sekarang ini, Hak Asasi Manusia sedang gencar-gencar nya dan menjadi topik penting tidak hanya di pemerintahan pusat namun  juga di daerah. Oleh karenanya, tenaga-tenaga fasilitator ini diharapkan dapat berkontribusi positif, walaupun jumlahnya memang tidak sebanding dengan kebutuhan,” pungkas Agoes.

Pelatihan ini diikuti oleh Kementerian Dalam Negeri, Dosen, Tenaga Kesehatan, Guru, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dari berbagai daerah di DKI Jakarta dan sekitarnya. (ion)

Stop Kekerasan Dan Bullying Terhadap Anak

Jakarta, ham.go.id – Banyaknya kasus terhadap anak seperti kekerasan dan Bullying akhir-akhir ini menjadi permasalahan yang seolah-olah rasa aman bagi anak semakin hilang. Semestinya, pada usia yang masih belia, seorang anak menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain tanpa ada gangguan yang serius. Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian dari sema pihak.

“Pada prinsipnya, tindakan kekerasan dan bullying pada anak tidak dapat diterima, karena secara konstitusional, Pasal 28 UUD Negara Republik Indonesia 1945 menjelaskan bahwa anak adalah subyek dan warga negara yang berhak atas perlindungan dari serangan orang lain, termasuk menjamin peraturan perundang-undangan termasuk undang-undang yang pro terhadap anak,” menurut Kasubdit Penguatan HAM Wilayah II Eva Gantini di sela-sela acara Penguatan HAM Bagi Guru di Hotel Aston, Jakarta Utara pada Rabu-Jum’at (4-6/11).

Dalam acara penguatan HAM yang dihadiri perwakilan guru se-Jabotabek tersebut, Eva menekankan pentingnya Guru untuk memastikan anak didiknya mendapatkan rasa aman untuk tumbuh dan berkembang, khususnya pada saat di lingkungan sekolah.

“Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup (rights to live and survive), tumbuh, dan berkembang (rights to develop), serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi, oleh sebab itu para guru wajib untuk mentaatinya, bukan karena kapasitas sebagai aparatur pemerintah atau guru, melainkan sebagai sesama manusia,” imbuh Eva.

Sebagaimana kita ketahui bersama, kekerasan dan bullying marak terjadi baik di sekolah maupun di rumah. Banyak anak-anak yang mengaku diperlakukan secara tidak semestinya oleh gurunya. Misalnya, demi mengajarkan kebaikan, anak-anak dihukum dengan cara dipukul tangan atau rotan, diteriaki dan dibentak, dilempar kapur atau penghapus papan tulis. Bahkan, anak perempuan atau laki-laki dilecehkan secara seksual. Oleh karenanya, acara ini juga penting untuk memberikan kepastian kepada guru rambu-rambu mana yang boleh dilakukan ketika memberikan hukuman bagi anak.

“Kekerasan dan Bullying pun tak hanya dilakukan para guru, tapi juga oleh teman sebaya atau kakak kelasnya. Misalnya diejek terus-menerus, dimintai uang secara paksa, berkelahi di luar pintu gerbang, dan sebagainya,” pungkas Eva.

Kasus anak tersebut juga mengundang perhatian salah satu komunitas sosial Yayasan Sahabat Kertas. Oleh karenanya, Doni sebagai ketua Sahabat Kertas dalam beberapa kali kesempatan turut serta dalam memberikan bantuan baik berupa saran maupun bantuan secara langsung seperti dalam kegiatan ini dengan memberikan doorprise serta beberapa waktu lalu dengan memberikan dana sosial ke Komunitas Pemuda Pelajar Pegiat (Koppeta) HAM Bandung. (ion)

Koppeta Indonesia Berekspansi ke Bandung

Bandung, ham.go.id – Komunitas Pemuda Pelajar Pegiat Hak Asasi Manusia (Koppeta HAM) Indonesia yang berpusat di Jakarta membentuk Koppeta di kota Bandung, Jawa barat.

Pembentukan Koppeta tersebut dilakukan pada rangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pembinaan Jaringan Alumni Pelatihan HAM yag diselenggarakan Direktorat Penguatan HAM. Acara yang diikuti 20 Peserta tersebut bertempat di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Selasa (3/11).

Peserta kegiatan merupakan alumni pelatihan yang dahulunya pernah mengikuti penguatan HAM yang diselenggarakan Direktorat Penguatan HAM.

Acara yang dibuka oleh Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Ria Anggriani salah satunya bertujuan untuk memonitoring Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang sebelumnya pernah dibuat oleh para peserta, dan membuat wadah komunikasi bagi alumni di Jawa Barat.

“Jadi peserta ini sudah memiliki pemahaman awal yang cukup mengenai Hak Asasi Manusia, bukan diambil dari peserta diluar yang belum mengikuti penguatan HAM,” ungkap Kasubdit Program dan Bimtek HAM, Agoes Zadjuli di sela-sela acara.

“Selama ini, melalui Koppeta HAM yang merupakan komunitas binaan Direktorat Jenderal HAM sangat membantu dalam mensosialisasikan Hak Asasi Manusia melalui aksi-aksi nyata. Kita patut bangga dengan para pemuda dan pelajar, semangat mereka dalam menyuarakan nilai-nilai HAM begitu luar biasa. Hingga tahun 2015 saja, mereka (Koppeta-red) sudah dapat mengkampanyekan HAM ke lingkungan sekolah kurang lebih kepada 5.000 orang dan ini dilakukan tanpa biaya dari Negara sedikitpun,” pungkas Agoes.

Pada kesempatan tersebut, setelah terbentuk Koppeta Jawa Barat para peserta langsung mengadakan rapat perdana untuk membentuk sistim kepengurusan, program kerja jangka pendek, menengah dan panjang. (ion)

Pemahaman HAM Menuju Pelayanan Kesehatan Prima

Jakarta, ham.go.id – Direktorat Penguatan HAM menyelenggarakan Penguatan Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Kesehatan, diikuti oleh 30 peserta yang bertempat di Hotel Puri Denpasar Jakarta, Rabu-Jumat (21-23/10).

Kegiatan yang dibuka oleh Direktur Penguatan HAM, Bambang Iriana Djajaatmadja tersebut bertujuan untuk memahamkan nilai-nilai HAM kepada tenaga kesehatan, yang meliputi: tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian. Harapannya mereka mampu menginternalisasikan nilai-nilai HAM dalam tugas dan fungsi pada instansi masing-masing.

Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

“Selama ini dan sejak dari dahulu tenaga kesehatan merupakan sektor yang melayani masyarakat secara luas, dari masyarakat bawah, menengah, hingga kelas atas. Oleh karena selalu bersinggungan dengan masyarakat secara langsung, maka potensi pelanggaran HAM tentu ada. Untuk itu, perlu memahami HAM agar meminimalisir pelanggaran,” menurut Bambang Iriana di sela-sela acara ketika menjadi narasumber.

“Selain itu, karena isu kesehatan ini menjadi fokus serius oleh pemerintah, kita ingin bentuk-bentuk layanan dasar kepada masyarakat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya dan tentunya bernuansa HAM. Misalnya, melalui kesehatan gratis, tidak sedikit masyarakat yang menganggap karena gratis pelayananannya menjadi kurang atau dianaktirikan. Nah, persepsi-persepsi itu dapat ditepis dengan adanya layanan prima kepada masyarakat tanpa pandang bulu”, imbuh Bambang Iriana.

“HAM setiap orang ada sejak dalam kandungan dan diakui oleh Hukum baik hukum pidana maupun perdata. Contohnya, bila orang menggugurkan kandungan/prostitusi tanpa alasan kesehatan akan dikenakan sanksi pidana. Dalam hal perdata misalnya, bila janin masih dalam kandungan, lalu bapaknya meninggal dunia, sang bayi yang lahir akan mendapat warisan dari orang tuanya”, pungkas Bambang Iriana. (ion)

Bahan Ajar, Salah Satu Solusi Permasalahan Tanah

Jakarta, ham.go.id – Direktorat Penguatan HAM menyelenggarakan Workshop Bahan Ajar HAM Bagi Tenaga Pertanahan, dihadiri 30 peserta dari kementerian/lembaga serta pihak-pihak terkait, bertempat di Ruang Rapat Utama Direktorat Jenderal HAM, Senin (19/10). Workshop tersebut merupakan tahap menuju finalisasi bahan ajar yang nantinya digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pelatihan bagi tenaga pertanahan.

“Beberapa waktu lalu, kami sudah membuat modul pelatihan HAM bagi tenaga pertanahan. Nah, untuk mendukung modul tersebut supaya lebih mudah dipahami oleh peserta pelatihan nantinya, maka bahan ajar hadir disitu,” ujar Direktur Penguatan HAM, Bambang Iriana Djajaatmadja, di sela-sela acara.

Menurutnya, modul yang bersifat self-instruction belum sepenuhnya memuat materi-materi yang komprehensif dalam perspektif hak asasi manusia. Oleh karenanya, bahan ajar ini diharapkan semakin menambah khazanah keilmuan dan pemahaman HAM bagi tenaga pertanahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

“Tenaga pertanahan yang dimaksud, tidak sebatas pada tenaga di kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Pertanian, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Kementerian Dalam Negeri. Namun, aparat pemerintah sampai tingkat kecamatan dan desa merupakan bagian integral yang sebaiknya kedepan menjadi prioritas sasaran pelatihan,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, menurut Bambang, dalam workshop kali ini sangat tepat dengan mengundang pihak-pihak yang terlibat secara langsung berkaitan dengan permasalahan tanah, seperti pihak kecamatan dan kelurahan DKI Jakarta. Hal itu dilakukan agar bahan ajar yang dimaksud mendapatkan masukan, kritik dan saran yang akhirnya semakin menambah kesempurnaan bahan ajar.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Kasubdit Program dan Bimtek HAM, Agoes Zadjuli, “Maraknya kasus pertanahan menjadi keprihatinan bagi kita semua. Data yang diterima dari Kementerian Pertanian, ada sekitar 834 kasus masalah perkebunan yang diadukan masyarakat dan 85%-nya merupakan masalah mengenai tanah. Itu artinya, ada sekitar 708 kasus tanah yang diadukan”.

“Bayangkan! Itu baru kasus yang diadukan mengenai perkebunan, belum lagi masalah sawah, lahan untuk pemukiman, perumahan dan lahan pertanian. Selain itu, kita juga tidak tahu kasus tanah yang tidak diadukan, mengingat pada masyarakat desa pedalaman kasus tanah juga tidak kalah banyak yang tidak diadukan dengan alasan hukum dan lain sebagainya,” pungkas Agoes.

Atase Militer Sebagai Corong HAM di Dunia Internasional

Bogor, Ham.go.id – Dunia internasional selalu menyoroti masalah pelanggaran hak asasi manusia hampir di setiap negara, tidak terkecuali terhadap Indonesia dan tidak jarang persepsi penegakan HAM di Indonesia diaggap negatif, bukan karena ketidakberdayaan bangsa melainkan kesimpangsiuran yang diterima dunia internasional terkait kondisi sebenarnya.

Hal tersebut, sebagai salah satu dorongan Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI) RI menyelenggarakan pelatihan bagi calon Atase Militer dari TNI Angkatan Darat, Laut, dan Udara yang diikuti 25 peserta, bertempat di Satuan Induk BAIS TNI, Bogor, Selasa (13/10).

Sebagai narasumber dalam acara tersebut, Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi, “mereka (calon atase-red) perlu memahami apa saja permasalahan pelanggaran HAM di Indonesia dan mengapa penting bagi mereka? Nah, pertanyaan-pertanyaan semacam itu perlu dipahami karena mereka akan mewakili Negara Indonesia di kancah dunia internasional termasuk memberikan informasi tentang penghormatan, perlindungan, pemenuhan, pemajuan dan penegakan HAM”.

Akhir-akhir ini Indonesia mendapatkan sorotan mengenai tragedi G30S/PKI yang menyita perhatian dunia internasional. Calon atase militer perlu memahami isu tersebut dan dapat menyampaikan ke dunia tentang apa yang terjadi sebenarnya.

Selain masalah penegakan HAM masa lalu tersebut, isu pertikaian Agama juga menjadi sorotan tajam. Para calon atase diharapkan menjadi corong HAM Indonesia ketika berbaur dengan negara-negara lainnya. Harapannya, mereka dapat menjelaskan kepada negara-negara tempat tujuan mereka bertugas nantinya, sehingga informasi yang diterima negara lain dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

“Perlu saudara ketahui, bahwa Indonesia telah banyak melakukan perubahan mengenai upaya penegakan hak asasi manusia, hal tersebut terlihat telah diratifikasinya instrumen internasional HAM. Instrumen tersebut, tentu diterapkan dan menjadi salah satu dasar pentingnya perlindungan hak asasi bagi Warga Negara Indonesia,” pungkasnya.

Para calon atase tersebut, dididik selama enam bulan sebelum mereka diangkat dan ditempatkan ke negara di seluruh penjuru dunia, sebagai corong HAM Indonesia ke dunia Internasional.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Penguatan HAM, Bambang Iriana Djajaatmadja bersama Kasubdit Penguatan HAM Wilayah II, Eva Gantini memberikan pencerahan tentang Hak Asasi Manusia kepada para peserta pelatihan intelijen Kejaksaan dari seluruh Indonesia. (ion)

Urgensi Fasilitator HAM Mempelajari Teknik Komunikasi

Banten, ham.go.id – Direktorat Penguatan HAM menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) HAM bagi Calon Fasilitator, diikuti oleh 25 peserta yang bertempat di Hotel Ratu Bidakara, Serang, Selasa – Kamis (29/9 – 1/10).

Kegiatan yang dibuka oleh Kakanwil Kemenkumham Banten, Susy Susilawati, bertujuan untuk mencetak fasilitator HAM yang mampu memberikan pemahaman mengenai pentingnya hak asasi manusia untuk terus disosialisasikan dan diimplementasikan oleh aparatur pemerintah dan semua lapisan masyarakat.

Sejalan dengan hal tersebut menurut Kasubdit Program dan Bimtek HAM, Agoes Zadjuli, “Hak asasi manusia sebagai bagian yang melekat pada setiap individu harus diupayakan untuk dilindungi. Nah, agar semua pihak mengerti dan akhirnya memahami substansi tersebut, diperlukan sosialisasi masif dari aparat pemerintah khususnya para fasilitator HAM ini kepada masyarakat luas”.

Fasilitator HAM yang dimaksud dalam kegiatan ini telah mendapatkan pelatihan Penguatan HAM yang diselenggarakan sebelumnya. Sehingga, fungsi fasilitator tidak hanya memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi hak asasi manusia kepada sekelompok orang agar mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama, melainkan dapat menyelenggarakan penguatan HAM pada instansi masing-masing.

Agoes mengatakan bahwa semakin beragamnya unsur masyarakat, seperti kalangan petani, buruh, nelayan, aparat penegak hukum hingga birokrat menjadi tantangan tersendiri dalam menyuarakan HAM. Untuk itu, fasilitator memerlukan teknik-teknik komunikasi yang baik agar dalam menyampaikan nilai-nilai HAM dapat diterima dengan mudah.

“Terkadang, materi HAM yang mudah saja sulit untuk dimengerti bagi kalangan tertentu, apalagi materi yang rumit. Oleh karenanya, agar materi mudah maupun rumit bisa dengan mudah dipahami, diperlukan berbagai macam teknik komunikasi,” pungkasnya.

Kegiatan ini diikuti oleh Kepolisian, Dosen, Kanwil Kemenkumham Banten, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Dinas Pendidikan Kab/Kota, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kab/Kota Provinsi Banten. (ion)

Sinergi antar Apgakum dan Petugas Pemasyarakatan

Jakarta, ham.go.id – Negara menjadi pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Dalam mewujudkan hal tersebut, negara dalam hal ini pemerintah memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam hal hak asasi manusia kepada masyarakat, di antaranya: penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia yang biasa disebut P5 HAM.

Sebagai eksekutor dalam P5 HAM, aparat polisi, hakim, jaksa, dan petugas pemasyarakatan merupakan unsur penting dalam mewujudkan supremasi hukum.

“Aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa, dan petugas pemasyarakatan menjadi pilar dalam upaya penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM,” menurut Kasubdit Penguatan HAM Wilayah I, Darsyad ketika menjadi narasumber dalam diklat Aparat Penegak Hukum (Apgakum) yang diselenggarakan BPSDM Kementerian Hukum dan HAM, Rabu (30/9) di Cinere, Depok.

Diklat tersebut penting dilaksanakan, harapannya peserta Apgakum dapat saling bersinergi ketika mereka turun ke lapangan. Selain itu, mereka juga dapat saling bertukar pendapat mengenai tugas dan fungsi di institusinya masing-masing.

Setelah mengikuti diklat tersebut, peserta diharapkan memahami dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai hak asasi manusia di institusi masing-masing, terutama ketika terjun ke lapangan, bersinggungan dengan masyarakat yang notabene memiliki banyak kepentingan.

“Misalnya, apabila mereka (apgakum-red) melaksanakan tugasnya di masyarakat, tentu melibatkan unsur-unsur aparat tersebut, dengan adanya komunikasi dan koordinasi yang baik tentu harapan masyarakat untuk mendapatkan kepastian dan keadilan dalam hukum akan menjadi lebih cepat tercapai,” pungkasnya. (ion)

Setiap Anak Berhadapan dengan Hukum Wajib Dilindungi Hak-Haknya

Jakarta – Direktorat Penguatan HAM melakukan kunjungan ke SDN 07 Kebayoran Lama Utara, Jakarta dalam rangka sosialisasi Hak Asasi Manusia bagi anak didik, tenaga pendidikan (guru) dan tenaga kependidikan, pada Jum’at (25/9).

Sebagaimana kita ketahui bersama, kekerasan anak yang dilakukan oleh sesama temannya hingga berujung pada hilangnya nyawa terjadi di dunia pendidikan.

Dampaknya, anak tersebut (anak pelaku) akan berhadapan dengan hukum karena telah melakukan tindak pidana pembunuhan. Namun, tidak lantas karena sebagai anak pelaku lalu diperlakukan seperti tindak pidana yang dilakukan orang dewasa.

“Oleh karena, seseorang yang dianggap belum mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya karena faktor usia, misalnya pada anak, walaupun sudah disebut sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), namun tetap saja harus diperlakukan sebagai anak seperti lainnya,” menurut Kasubdit Penguatan HAM Wilayah III, Rosdiana Simatupang di sela-sela kunjungannya.

Seorang anak, dalam melakukan perbuatan pidana tidak mengetahui mengenai apa yang dilakukannya, dampak dan akibat perbuatan tersebut. Tingkat perkembangan psikologi anak dipengaruhi oleh lingkungan, terutama keluarga. Oleh karenanya, keluargalah yang seharusnya mendidik putra-putrinya dengan baik.

“Sebenarnya bukan siapa dan siapa yang perlu disalahkan. Namun, apabila harus menunjuk siapa yang patut disalahkan atas perbuatan pidana yang dilakukan anak pelaku, tentu orangtua yang paling bertanggungjawab, mengajarkan, mendidik dan mengenalkan baik-benar, boleh-tidak dilakukan oleh si anak,” imbuhnya.

Dalam kunjungan tersebut, orangtua anak didik juga mendapatkan sosialisasi mengenai pentingnya mendidik dan membimbing putra-putrinya agar dapat saling menghormati, menghargai, toleransi dan saling menyayangi seoarang anak kepada teman-teman lainnya.

“Kita ingin pahamkan, baik kepada orang tua, guru maupun komite sekolah, bahwa apabila ada anak yang melakukan tindak pidana jangan sampai diskorsing atau dikeluarkan dari sekolah. Bisa dibayangkan, apabila sampai dikeluarkan, tidak akan ada sekolah lain yang mau menerima. Syukurlah, pihak sekolah juga memiliki pemahaman tersebut sehingga kami merasa cukup senang,” tegasnya.

“Materi yang kita berikan berkaitan dengan nilai-nilai hak asasi manusia yang mudah dipahami dan dilaksanakan oleh orangtua murid, seperti: mengajarkan mengucapkan salam apabila bertemu orang lain, senyum, saling menyayangi, tidak boleh saling mengejek, atau mengucilkan, bullying dan pentingnya saling menjaga kebersamaan,” pungkasnya.

Dalam kegiatan tersebut, Direktorat Penguatan mengirimkan beberapa personil untuk mensosialisasikan nilai-nilai HAM terhadap semua peserta didik kelas 1 hingga kelas 6 di setiap kelas yang berlangsung selama 1,5 jam pelajaran. (ion)

Serunya, Human Right hadir di SMA Yadika 5, kapan sekolahmu?

Jakarta, ham.go.id – Kini, hak asasi manusia tidak hanya hadir bagi aparat penegak hukum ataupun aparat pemerintah, namun juga bagi pelajar seperti yang dilakukan Tim Direktorat Penguatan HAM di SMA Yadika 5 Jakarta, Jum’at (18/9).

Sekitar 40-an pelajar SMA antusias mengikuti kegiatan. Pasalnya, penyampaian nilai-nilai HAM tidak dikemas melalui kegiatan ceramah, namun dengan variasi permainan, teknik dan metode yang menarik sehingga peserta senang dan dapat memahaminya.

“Kami sangat bangga dengan acara ini, karena idenya diprakarsai dari salah satu siswa yang beberapa waktu lalu mengikuti pelatihan HAM bagi Pelajar di Jakarta,” tutur Kasubdit Penguatan HAM Wilayah III, Rosdiana Simatupang di sela-sela acara.

Kegiatan tersebut salah satu bukti keberhasilan pelatihan penguatan HAM yang dilakukan Direktorat Penguatan HAM kepada pelajar di berbagai daerah. Kegiatan Human Right hadir di sekolah ini merupakan implementasi Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang dibuat alumni pelatihan HAM sebelumnya.

“Inilah manfaat dibuatnya RTL, sebagai langkah tindak lanjut penyebarluasan hak asasi manusia di kalangan pelajar,” imbuhnya.

Dengan melibatkan anak-anak dalam menyebarluaskan hak asasi manusia, tentu ini langkah maju bagi pemerintah guna mencegah terjadinya aksi kekerasan, bullying, dan tindak pidana lainnya yang akhir-akhir ini marak di kalangan pelajar.

Kepala Sekolah SMA Yadika 5, Pinondang Sitorus sangat bersyukur dan menyambut baik kegiatan tersebut.

“Kami senang, anak-anak dapat belajar langsung dari pakar HAM dari pusat. kami juga sangat merasa bangga, semoga ke depan Direktorat Penguatan dapat menyelenggarakan kegiatan di sekolah kami lagi,” ujar Pinorang Sitorus.

Dalam kesempatan tersebut siswa diberikan pemahaman mengenai konsep dasar HAM, hak dan kewajiban Siswa di sekolah. Materi tersebut diisi oleh Kasubdit Penguatan HAM Wilayah I, Darsyad.

Tim penguatan yang berkunjung ke SMA Yadika 5, Jakarta di antaranya, Kasubdit Penguatan HAM Wilayah I, Darsyad; Kasubdit Penguatan HAM Wilayah III, Rosdiana Simatupang; dan jajarannya Olivia Dwi Ayu, Wahyono, Lasmaida, Naniek Pengetuti, Lia Mariani dan Markus H Simarmata. (ion)

Skip to content