Menjadi Narasumber dalam Diskusi Pro-Kontra RUU KIA, Direktur Instrumen HAM Soroti Kulitas Hidup Ibu dan Anak serta Hak Cuti Melahirkan bagi Suami

Bagikan

Jakarta, ham.go.id – Direktur Instrumen HAM, Betni Humiras Purba, menjadi narasumber pada diskusi daring bertajuk “Pro dan Kontra Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak” yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS), Selasa (26/7).

Dalam paparannya, Betni menyebutkan dua hal yang melatarbelakangi adanya RUU KIA ini tidak lepas dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan persoalan tingkat stunting yang dialami anak-anak di tanah air. “Berdasar data yang disampaikan Litbang Kemenkes, AKI tahun 2015 sebanyak 305 per 100 ribu kelahiran hidup dan 2021 turun menjadi 300. Pemerintah menargetkan penurunan AKI hingga di angka 183,”jelas Betni.

Di sisi anak, kata Betni, meski tingkat stunting mengalami perubahan ke arah yang lebih positif namun juga belum mencapai sebagaimana yang diharapkan. “Masih data dari Litbang Kemenkes, tahun 2016 prevalensi stunting 27,5% dan tahun 2019 terjadi penurunan sekitar 0,7%/tahun, namun pemerintah masih optimis sesuai target RPJMN 2024 dapat menjadi 14 %,” ujar Betni.

Melalui RUU KIA ini, memang diharapkan kondisi baik anak maupun ibu di tanah air dapat mengalami peningkatan. Upaya meningkatkan kualitas hidup bagi ibu dan anak juga dipandang sebagai upaya untuk mendorong pemenuhan dan pemajuan HAM.

“Berdasar draft (RUU KIA) yang telah kami analisis, kami memiliki sejumlah catatan atau masukan yang kiranya perlu untuk dipertimbangkan teman-teman di DPR maupun pegiat perempuan yang hadir dalam acara ini,”ujar Betni.

Beberapa masukan yang disampaikan di antaranya berkenaan dengan isu perlu atau tidaknya laki-laki mendapatkan hak cuti bagi jika istri melahirkan, kemudian berkenaan dengan usulan pembentukan rencana aksi nasional maupun daerah untuk mengimplementasikan penyelenggaran KIA, hingga aspek dan sensitifitas kebahasaan yang dipakai di dalam draft RUU.

“Kami menilai rasanya juga Perlu ada harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan pengaturan cuti melahirkan bagi pegawai dengan K/L maupun dengan para pelaku usaha,”imbuh Hajerati.

Diskusi daring ini juga melibatkan sejumlah narasumber lain di antaranya Direktur Eksekutif INDEKS Nanang Sunandar, anggota dewan dari fraksi PKB Luluk Nur Hamidah, serta Pebisnis dan Aktivis Perempuan Iim Fahima.

Sebelumnya disampaikan pembahasan RUU yang diinisiasi oleh DPR ini memang tampak menimbulkan pro dan kontra. Kendati dipandang memberikan angin segar terhadap peningkatan kesejahteraan bagi ibu dan anak namun sejumlah pihak utamanya para pelaku usaha tampak menunjukan ketidaksetujuan khususnya berkenaan perihal cuti. Untuk itu, INDEKS didukung Friedrich Naumann Foundation (FNF) menggelar acara ini. (Humas DJHAM)

Skip to content