Ungkap Masyarakat Adat Jadi Pihak Terdampak, Dirjen HAM Hadir Dalam Webinar Bertajuk ” Mengungkap Dampak Bisnis Industri Sawit”

Bagikan

Jakarta, ham.go.id – Masyarakat adat dinilai menjadi salah satu pihak yang terdampak bisnis industri sawit. Demikian diutarakan Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi, pada acara webinar bertajuk “Mengungkap Dampak Bisnis Industri Sawit , Senin (27/12).

Dalam acara webinar yang digelar oleh women working group, Mualimin mengungkapkan masyarakat adat kerap menghadapi persoalan konflik lahan salah satunya ketika berhadapan dengan industri sawit. Sejatinya, menurut Mualimin, pemerintah telah memiliki sejumlah instrument hukum yang mendorong perlindungan hak-hak masyarakat adat.
“Selain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pemerintah juga mendorong pemajuan HAM bagi masyarakat adat melalui Rencana Aksi Hak Asasi Manusia (RANHAM),” ujar Mualimin.

Pasalnya, Masyarakat Adat merupakan salah satu kelompok rentan yang menjadi penerima manfaat dalam RANHAM Indonesia. “Berdasarkan RANHAM Tahun Anggaran 2019 di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Pemerintah Desa telah terdapat pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat oleh sejumlah pemerintah daerah,” katanya.
Kendati demikian, diakui Mualimin, masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang perlu terus untuk dibenahi dalam rangka melindungi hak-hak masyarakat adat khususnya ketika berhadapan dengan industri sawit. “Masih minimnya pemahaman akan Bisnis dan Hak Asasi Manusia juga merupakan factor penting yang menjelaskan munculnya konflik dalam industri bisnis sawit di tanah air,” jelas Mualimin.

Untuk itu, pihaknya menyatakan tengah menggencarkan pengarusutamaan bisnis dan HAM di tanah air. “Melalui Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) yang terdiri dari sejumlah K/L, kami tengah mengfinalisasi strategi nasional bisnis dan HAM yang akan berfokus pada pengarustamaan, harmonisasi regulasi, dan pemulihan bagi masyarakat terdampak,” ujar Mualimin.

Harapannya, melalui upaya yang terkoordinasi dari GTN BHAM maka masyarakat adat dapat terlindungi dari potensi dampak negatif pembangunan industri sawit. “Peningkatan pemahaman mengenai bisnis dan HAM untuk pelaku usaha perkebunan sawit maupun aparat pemerintahan menjadi kunci bagi pengarusutamaan HAM dalam bisnis,” tegas Mualimin.

Dalam acara ini, selain mengundang Direktur Jenderal HAM, panitia juga mengundang sejumlah narasumber lainnya yaitu Kepala Badan Keahlian DPR RI, Direktur Eksekutif Konsil LSM Indonesia, dan Nukila Evanty yang merupakan penerima Resilience Fellow 2021. (Humas DJHAM)

Skip to content