Jakarta, ham.go.id – Mewakili MenkumHAM, Direktur Jenderal HAM Mualimin Abdi, menjadi salah satu penanggap dalam webinar yang bertajuk, “Perkembangan Pengungkapan Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh”, Kamis (25/3).
Pada acara yang digelar oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR Aceh) itu, Mualimin menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam pengungkapan kebenaran. Dikhawatirkan, jika tidak secara hati-hati maka proses yang dikerjakan akan berpotensi mengganggu stabilitas politik. “Pengungkapan kebenaran harus selaras denga nisi dan cita-cita MoU Helsinki dan berpegang teguh pada kedaultan NKRI,” tutur Mualimin.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal HAM merekomendasikan dalam menjalankan proses reparasi bagi korban, keluarga korban maupun masyarakat terdampak, KKR mesti memperhatikan dua hal yaitu tepat guna dan tepat sasaran. “Reparasi yang diberikan harus terhadap subjek yang merupakan korban dan tentunya dapat dirasakan manfaatnya bagi korban,” jelasnya.
Keterlibatan tokoh adat dan tokoh agama di Aceh juga dinilai penting dalam memfasilitasi rekonsiliasi. “Namun demikian baik tokoh adat maupun tokoh agama tersebut harus memiliki kapasitas sebagai mediator sekaligus problem solver dalam proses rekonsiliasi dan sudah pasti memahami kondisi sosial masyarakat serta akar permasalahan dari peristiwa pelanggaran HAM,” imbuhnya.
Mualimin yang juga merupakan ketua tim terpadu Kemenkopohukam ini juga menyarankan penyusunan laporan akhir KKR Aceh agar dapat diakses oleh publik. “Hendaknya laporan akhir yang disusun KKR Aceh ini harus dapat diakses oleh masyarakat umum sebagai bentuk akuntabilitas publik dari kinerja KKR Aceh,” kata Direktur Jenderal HAM.
Sebagai informasi acara webinar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kebenaran Internasional yang dirayakan setiap tanggal 24 Maret. Selain mengundang Direktur Jendral HAM, KKR Aceh juga mengundang sejumlah penanggap lainnya mulai dari Ketua Komnas HAM, Ketua LPSK, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional dan lain-lain. (Humas DJHAM)