Direktorat Instrumen HAM Hadir dalam Kegiatan Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak

Bagikan

Jakarta, ham.go.id – Direktorat Instrumen HAM mengikuti Kegiatan Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jumat (31/01). Kegiatan ini  dihadiri oleh Kementerian dan Lembaga terkait yang konsen dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan perlindungan anak. Perwakilan dari Direktorat Instrumen Hak Asasi Manusia dihadiri oleh Abu Bakar (Kepala Seksi Analisis Instrumen Hak Kelompok Rentan) dan Wildan Fathurroji (JFU Analisis Instrumen Hak Kelompok Rentan).

Deklarasi Pencegahan Perkawinan anak ini dibuka langsung oleh Menteri PPA  Bintang Puspayoga, beliau menyampaikan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, termasuk di dalamnya memenuhi hak-hak anak seperti yang tertuang pada Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perkawinan Anak mengancam pemenuhan hak-hak dasar anak, seperti hak untuk mendapatkan pengasuhan yang layak, memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan, serta hidup yang bebas dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya. Tidak dipenuhinya berbagai hak tersebut pada akhirnya dapat berdampak buruk terhadap tumbuh kembang anak.

Lebih jauh lagi, praktik perkawinan anak juga memiliki dampak jangka panjang terhadap keluarga, masyarakat, dan generasi masa depan. Anak perempuan secara fisik belum siap untuk mengandung dan melahirkan, sehingga meningkatkan risiko angka kematian ibu dan anak, komplikasi kehamilan dan keguguran, dan kelahiran bayi dengan berat badan rendah. Ketidaksiapan mental karena usia yang masih muda juga meningkatkan risiko perceraian dan pemberian pola asuh yang tidak tepat pada anak. Selain itu, praktik perkawinan anak juga mendorong terjadinya kemiskinan intergenerasi.

Telah banyak upaya yang dilakukan, baik oleh pemerintah, dan lembaga masyarakat untuk mencegah perkawinan anak. RPJMN 2020-2024 telah menunjukkan komitmen untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA)  pada tahun 2030. Di dalam RPJMN ini, Presiden Republik Indonesia menargetkan untuk menurunkan angka perkawinan anak menjadi 8,74% pada akhir tahun 2024. Langkah progresif harus bersama-sama kita lakukan pasca disahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 (sembilan belas) tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Terhadap instrumen tersebut, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

Untuk memperkuat aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, saat ini tengah di godog Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Dispensasi Nikah yang mana Ditjen HAM mengusulkan dalam RPP ini bukan hanya mengatur tentang syarat administrasi saja, melainkan lebih jauh RPP ini ada baiknya juga mengatur tentang pencegahan perkawinan anak serta mekanisme bimbingan pasca perkawinan yang terjadi karena dapat dispensasi. (ab)

Skip to content