Gwangju, Korea Selatan, ham.go.id – Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia mengikuti kegiatan ”9th World Human Rights City Forum”,di Gwangju, Korea Selatan. (30/9-2/10).
Sejak dilaksanakannya 1st World Human Rights City Forum (WHRCF) telah menekankan bahwa pemerintah daerah harus memainkan peran utama dalam melindungi dan mempromosikan hak asasi warga negara mereka, dan telah menyarankan agar konsep Kota Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai praktek terbaik dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip HAM. Dewan HAM PBB mengadopsi tema “Pemerintah Daerah dan HAM” sebagai agenda.
The 9th World Human Rights City Forum merupakan acara tahunan di Gwangju, Korea Selatan untuk mewujudkan visi menjadi kota HAM sebagaimana diartikulasikan oleh Deklarasi Gwangju tentang Kota HAM yang diadopsi pada 1st WHRCF di bulan Mei 2011.
Forum yang menjadi tempat berkumpul para pemangku kebijakan, pemangku kepentingan dan pemangku hak untuk berbagi semangat keadilan dan HAM, dimana nilai-nilai yang sama di mana warga Gwangju menentang penindasan kejam rezim militer pada era 1980. Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (Ditjen HAM) sebagai salah satu delegasi dari Indonesia diwakili oleh Direktur Kerja Sama HAM, Bambang Iriana Djajaatmadja dan Kasubdit Kerja Sama Luar Negeri, Andi Taletting Langi.
Andi Taletting Langi mengatakan “Forum ini membahas dan mencari jalan keluar dari permasalahan HAM di masa depan dengan membuat lompatan melalui judul tahun ini “Pemerintah Daerah dan HAM – Reimagining Kota HAM”. Tema ini untuk mengagas kembali peran baru pemerintah daerah dan langkah-langkah praktis bersama”. Ujarnya.
The 9th WHRCF ini dibuka dengan menampilkan beberapa perwakilan antara lain penyelenggaran dari WHRCF ke-9, wakil dari KOICA, Menlu Korea Selatan, dan UN OHCHRC. Bambang Iriana Dj mengungkapkan “setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan sesi pleno yang mengusung topik “Discussing and Reimagining Human Rights Cities”, dengan partisipasi perwakilan pimpinan kota-kota hak asasi manusia yang dianggap memiliki pengalaman dalam membangun kebijakan hak asasi manusia dan merancang kota hak asasi manusia”ungkapnya.
Pada sesi ini dibahas isu tentang “pemerintah daerah dan HAM” dengan menampilkan pembicara antara lain; Pegy Hicks, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR); Choi Yeong-ae; Ketua Komnas HAM Korea; Fadhel Moussa, Walikota Ariana, Tunisia; Choi Moon-soon, Gubernur Provinsi Gangwon, Korea; Faida Thalib, Bupati Jember, Indonesia; Bernadia Irawati Tjandradewi, Sekretaris Jenderal United Cities and Local Government–Commiittee on Social Inclusion, (UCLG); Nathalie Provez, UN OHCHR; Hans Sakkers, City of Utrecht, The Netherlands; Anselmo Lee, Korea; Jaime Morales, Human Rights of Mexico City Under-Secretary; Frederique Hanotier, Human Rights Cities Network Director, Belgia; Shams Asadi, City of Vienna Human Rights Commissioner, Austria; Nelson Saule Junior, Polis Coordinator, Brazil; Eva Garcia Chueca dari Barcelona Centre for International Affairs Scientific Coordinator, Spanyol; Kim Joongseop, Gyongsang National University, Korea.
Para pembicara menyampaikan pandangannya dan berbagi pengalaman tentang praktik-praktik yang telah dilakukan, yang mungkin akan bermanfaat guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh daerah-daerah dan pemerintah daerahnya. Dapat disimpulkan dalam sesi ini bahwa bahwa Kota HAM (Human Rights City) merupakan tujuan yang harus diupayakan oleh segenap unsur pemerintah dan masyarakat, dan merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus sebagai upaya untuk melindungi dan mempromosikan HAM.
Delegasi Indonesia wakil Ditjen HAM berkesempatan mengikuti beberapa sesi panel seperti “Regional Workshop on Research on Human Rights Cities and SDGs” yang memaparkan 5 penelitian dari para peneliti antar lain Fransisco Perez, Philipina, Penelitian Human Rights City di Kota Bucay; Saiju Cacho, India, Penelitian Human Rights City di Kota Nagpu; Sylvia Zayed, Indonesia, Penelitian Human Rights City di Kota Bandung; Unang Mulkhan, Indonesia, Penelitian Human Rights City di Kota Lampung Timur; dan Jefferson Plantila, Philipina, Penelitian Human Rights City di Asia Pasific; dengan Pengarah diskusi: Alexandro Fuentes dari RWI, Swedia RWI Lead Researcher: Henri Sitorus. Kesimpulan dari para pemapar terkait dengan hasil penelitian menyampaikan bahwa “Right to the City” atau hak atas kota telah muncul dalam konteks ini sebagai cara untuk menegaskan kembali bagaimana warga/penduduk memiliki semua HAM yang dianggap sebagai substansi dan komponen dari hak atas kota.
Delegasi Indonesia wakil dari Ditjen HAM dalam menyampaikan beberapa usulan rekomendasi dalam forum antara lain; Keterlibatan aktif Ditjen HAM untuk memperbandingkan mekanisme penilaian kabupaten/kota peduli HAM dalam forum tersebut; Ditjen Ham telah menyampaikan usulan kepada mitra kerja sama di Gwangju, bahwa perlu disusun bersama defenisi Human Rights Cities yang dapat diterima oleh semua anggota forum sekaligus usulan sebuah regional standard yang menjadi rujukan bagi Negara-negara peserta di Asia; dan Pelaksanaan World Forum tersebut perlu menetapkan inovasi-inovasi HAM yang dipaparkan oleh pimpinan kota di Asia sebagai motivasi dan Best Practices dalam meningkatkan Human Rights Cities di seluruh Asia. (sa)