Jakarta, ham.go.id – Semakin dekatnya waktu menuju proses penyusunan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (RANHAM) periode 2020-2024 (Generasi ke-5), Ditjen HAM khususnya Direktorat Kerja Sama Hak Asasi Manusia bergegas mengumpulkan beragam isu yang hendak diintegrasikan. Salah satu topik yang dipandang penting untuk dibahas di dalam RANHAM generasi ke-5 adalah mengenai hak anak khususnya prostitusi anak di sektor pariwisata.
Sehubungan dengan itu, Direktorat Kerja Sama mengundang rapat Dr. Ahmad Sofian selaku Koordinator Nasional End Child Prostitution and Trafficking (ECPAT), Jumat (22/3) guna mendapatkan masukan mengenai kondisi faktual prostitusi anak di Indonesia khususnya di sektor pariwisata. Namun demikian karena Dr. Ahmad Sofian berhalangan hadir, pada rapat kali ini Koordinator riset ECPAT Deden Ramdani yang hadir di ruang rapat Direktorat Kerja Sama HAM.
Deden Ramdani mengulas pelbagai hal mengenai kondisi faktual di lapangan mengenai kasus-kasus prostitusi anak. Salah satu yang menjadi sorotan Deden adalah mengenai prostitusi dan pornografi anak melalui media alternatif di ranah online. “Meski pemerintah sudah menggelontorkan anggaran yang sangat besar untuk membuat batasan (memblok website), tetapi akses terhadap situs-situs pornografi bisa diakses dengan mudah sekadar bertanya pada google,” ucap Deden.
Atas dasar itu, sambung Deden, pemerintah tidak hanya harus membuat batasan. “Bukan sekadar membuat batasan, tetapi juga membangun kesadaran,” ujar Deden di hadapan Kasubdit KDN dan RANHAM Wilayah I serta Kasubdit KDN dan RANHAM wilayah II yang turut serta hadir dalam kesempatan rapat.
Menimbang urgensi, menurut Deden, topik yang dipandang perlu untuk masuk ke dalam RANHAM generasi ke-5 adalah persoalan prostitusi online anak. Mewakili ECPAT, Deden menyatakan kesiapan untuk membantu dalam penyusunan RANHAM generasi ke-5. “Kedepan, kami siap membantu kajian-kajian dan substansi dalam penyusunan RANHAM,” imbuh Deden.
Kepala Seksi KDN dan RANHAM Wilayah II C, Dimas Saudian, merespon usulan dari ECPAT. Menurutnya, sehubungan dengan output dari rapat ini adalah penyusunan RANHAM maka diperlukan langkah nyata apa yang mesti disasar. “Kami ingin tahu untuk persoalan prostitusi anak di sektor pariwisata, apa yang mesti dilakukan oleh Pemda? Apakah menyusun peraturan atau seperti apa?,” tanya Dimas Saudian sore itu.
Deden meyakini selain diperlukannya produk hukum daerah yang secara khusus mengatur perihal isu terkait, juga dipandang perlu membangun kesadaran di akar rumput. “Kami sempat membuat program Desa Pariwisata Ramah Anak di sejumlah daerah,” tutur Deden mencontohkan.
Diharapkan jika pemerintah daerah melakukan program semacam itu, maka akan lahir kesadaran di masyarakat untuk menciptakan Kawasan pariwisata yang terbebas dari prostitusi anak.
Kasubdit KDN dan RANHAM Wilayah II, Sofia Alatas, mengapresiasi atas masukan yang disampaikan oleh pihak ECPAT. “Mudah-mudahan kita bisa segera bertemu lagi. Masukan-masukan semacam ini merupakan hal yang kami butuhkan dalam penyusunan RANHAM,” pungkas Sofi menutup pertemuan. (Humas Ditjen HAM)