PERSPEKTIF HAM DALAM RANCANGAN PERDA PROVINSI SULAWESI SELATAN TENTANG BANTUAN HUKUM

Bagikan

Makassar, ham.go.id –  Bidang HAM Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan kembali mengadakan Rapat terkait Rancangan Produk Hukum Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Pada kali ini Subbid PPI HAM membahas mengenai Perspektif HAM dalam Rancangan Perda Provinsi Sulawesi Selatan tentang Bantuan Hukum. (18/9)

Rapat yang dibuka oleh Kepala Bidang HAM Kanwil Sulsel, Ismail Pabitte ini melibatkan beberapa unsur penting yakni Biro Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Selatan, JFT Perancang Peraturan Perundang-undangan dan JFU Bidang HAM Kanwil Hukum dan HAM Sulawesi Selatan.

Dalam rapat didiskusikan bahwa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sulsel tentang bantuan hukum seharusnya merupakan delegasi dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Apabila Peraturan Daerah mempunyai kualitas yang baik, maka peraturan dapat berfungsi  bukan hanya sekedar pelaksanaan tugas negara dalam bidang pengaturan, akan tetapi peraturan perUU merupakan metode dan instrumen ampuh yang tersedia digunakan, untuk memodifikasi penghidupan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM guna menuju cita-cita yang diharapkan sehingga perlu banyak melakukan diskusi publik dengan melibatkan pemangku kepentingan yang berkompeten.

Konsep bantuan hukum yang berbasis pada kebijakan individu memiliki kelemahan. Ganti pemimpin sangat mungkin ganti kebijakan. Selain itu, konsep masyarakat miskin juga masih terlalu formal mengandalkan Surat Keterangan Miskin.

Kondisi ini juga berkaitan dengan aspek ketiga, mekanisme layanan. Menurut, masih banyak warga miskin yang tak paham mekanisme mendapatkan bantuan hukum Program bantuan hukum belum maksimal dimanfaatkan untuk segala lapisan masyarakat. Apalagi bantuan hukum cenderung diberikan hanya untuk litigasi, sedangkan non-litigasi kurang diperhatikan.

Adanya penetapan standar pelayanan bantuan hukum oleh organisasi bantuan hukum kepada masyarakat sehingga kualitas dan mutu pelayanan kepada masyarakat miskin dapat terjaga dan diberikan oleh pemberi bantuan hukum yang memiliki kualitas yang baik.

Perlu mengatasi ketimpangan OBH terakreditasi dan kurangnya jumlah advokat bantuan hukum, maka diperlukan pembentukan OBH di tingkat kabupaten dan perlunya pemberdayaan legitimasi peran paralegal komunitas dalam memberikan layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin ditingkat kabupaten hingga tingkat pedesaan.

Skip to content