Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan pada hari Kamis, 20 April 2017 melaksanakan kegiatan FGD Evaluasi Produk Hukum Berperspektif HAM di Aula Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan (20/4/17). Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut Ismail Pabitte selaku Kepala Bidang HAM Mewakili Kepala Kantor Wilayah memberikan pengarahan kepada peserta bahwa penghormatan, perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM di Indonesia tertuang dalam Dasar Negara kita yakni Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian pemerintah wajib mewujudkannya dengan melakukan kegiatan yang salah satunya berupa program berkaitan dengan evaluasi produk hukum yang berperspektif HAM.
Beliau, berharap agar seluruh instansi yang diundang dapat saling bekerjasama sehingga dapat mewujudkan cita-cita bangsa dalam upaya perlindungan, pemenuhan dan pemajuan HAM melalui Kegiatan FGD Evaluasi Produk Hukum Daerah dalam Perspektif HAM. Dalam Kegiatan tersebut diundang sejumlah Kementerian/Lembaga/Instansi/Ornop diantaranya:
NO | INSTANSI/LEMBAGA/ORNOP/DLL |
1. | DPRD Provinsi Sulsel |
2. | DPRD Kota Makassar |
3. | DPRD Kabupaten Gowa |
4. | Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Sulawesi Selatan |
5. | Bagian Hukum Sekkot Pemerintah Kota Makassar |
6. | Bagian Hukum Sekda Pemerintah Kabupaten Gowa |
7. | Bagian Hukum Sekkot Pemerintah Kabupaten Maros |
8. | Pusat Studi Hak Asasi Manusia UIN |
9. | Pusat Studi Hak Asasi Manusia UMI |
10. | Pusat Studi Hak Asasi Manusia UNM |
11. | Organisasi Non Pemerintah Sulsel |
Ada dua materi yang disajikan sebagai pengantar diskusi (FGD) yakni:
- Evaluasi Produk Hukum Daerah dari Perspektif HAM yang dibawakan oleh Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H. (Guru Besar HTN dan HAN Fakultas Hukum UNHAS)
- Parameter Hak Asasi Manusia dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah yang dibawakan oleh Irma Wahyuni, SH, MH (Perancang Peraturan Perundang-Undangan)
Diskusi berjalan menarik yang ditandai dengan antusias peserta. Usman, peserta dari DPRD Provinsi Sulsel, menyatakan bahwa salah satu fungsi pemerintahan adalah fungsi pengaturan. Dibalik Perda kadang-kadang jika kajian tidak kuat maka bertentangan dengan kepentingan umum. Beberapa perda yang dibatalkan seperti Perda Miras, kemungkinan besar dengan alasan menghambat investasi ekonomi. Menurut beliau, investasi yang utama adalah investasi manusia, semestinya kewenangan untuk yudisial riview adalah MA, sedangkan kewenangan untuk perubahan UU adalah kewenangan MK. Keberadaan UU No 23 Tahun 2014 memberi ruang untuk eksekutif riview. Menurut beliau, jauh lebih bagus jika pembatalan Perda dikembalikan kepada masyarakat dalam disikusikan dalam sebuha forum seperti melalui kegiatan FGD seperti ini.
Andi Arianto mewakili Bagian Hukum Kota Makassar, berpendapat bahwa terkait dengan bagaimana meminimalisir produk hukum yang tidak berperspektif HAM, Bagian Hukum kota Makassar memiliki program tersendiri. Semua produk hukum dilakukan uji publik sebelum dibuat, seperti Perda tentang miras memang dibatalkan terutama untuk pengecer karena berdasarkan hasil uji mudaratnya lebih besar dari manfaatnya. Selanjutnya tentang perda disabilitas, Walikota Makassar berusaha memenuhi hal tersebut dengan menyediakan fasilitas penunjang. Problem lain menurut beilau yang perlu evaluasi adalah masalah dalam Dinas Perikanan yakni munculnya UU No. 23 Tahun 2014, pihaknya sering berkonsultasi dengan banyak warga Makassar yang berKTP Makassar yang merupakan kelompok nelayan yang lebih sering ke Makassar untuk meminta izin sedangkan kewenangan ijin ada pada provinsi.
Akhirnya, kegiatan ini berjalan lancar sesuai dengan harapan meskipun, tentu harus diakui bahwa kegiatan FGD Evaluasi Produk Hukum dalam Perspetif HAM ini masih jauh dari sempurna. Semoga kegiatan yang serupa dapat terus dilaksanakan agar cita-cita bangsa dalam mewujudkan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM di Indonesia dapat terwujud.