Bahan Ajar, Salah Satu Solusi Permasalahan Tanah

Bagikan

Jakarta, ham.go.id – Direktorat Penguatan HAM menyelenggarakan Workshop Bahan Ajar HAM Bagi Tenaga Pertanahan, dihadiri 30 peserta dari kementerian/lembaga serta pihak-pihak terkait, bertempat di Ruang Rapat Utama Direktorat Jenderal HAM, Senin (19/10). Workshop tersebut merupakan tahap menuju finalisasi bahan ajar yang nantinya digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pelatihan bagi tenaga pertanahan.

“Beberapa waktu lalu, kami sudah membuat modul pelatihan HAM bagi tenaga pertanahan. Nah, untuk mendukung modul tersebut supaya lebih mudah dipahami oleh peserta pelatihan nantinya, maka bahan ajar hadir disitu,” ujar Direktur Penguatan HAM, Bambang Iriana Djajaatmadja, di sela-sela acara.

Menurutnya, modul yang bersifat self-instruction belum sepenuhnya memuat materi-materi yang komprehensif dalam perspektif hak asasi manusia. Oleh karenanya, bahan ajar ini diharapkan semakin menambah khazanah keilmuan dan pemahaman HAM bagi tenaga pertanahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

“Tenaga pertanahan yang dimaksud, tidak sebatas pada tenaga di kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Pertanian, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Kementerian Dalam Negeri. Namun, aparat pemerintah sampai tingkat kecamatan dan desa merupakan bagian integral yang sebaiknya kedepan menjadi prioritas sasaran pelatihan,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, menurut Bambang, dalam workshop kali ini sangat tepat dengan mengundang pihak-pihak yang terlibat secara langsung berkaitan dengan permasalahan tanah, seperti pihak kecamatan dan kelurahan DKI Jakarta. Hal itu dilakukan agar bahan ajar yang dimaksud mendapatkan masukan, kritik dan saran yang akhirnya semakin menambah kesempurnaan bahan ajar.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Kasubdit Program dan Bimtek HAM, Agoes Zadjuli, “Maraknya kasus pertanahan menjadi keprihatinan bagi kita semua. Data yang diterima dari Kementerian Pertanian, ada sekitar 834 kasus masalah perkebunan yang diadukan masyarakat dan 85%-nya merupakan masalah mengenai tanah. Itu artinya, ada sekitar 708 kasus tanah yang diadukan”.

“Bayangkan! Itu baru kasus yang diadukan mengenai perkebunan, belum lagi masalah sawah, lahan untuk pemukiman, perumahan dan lahan pertanian. Selain itu, kita juga tidak tahu kasus tanah yang tidak diadukan, mengingat pada masyarakat desa pedalaman kasus tanah juga tidak kalah banyak yang tidak diadukan dengan alasan hukum dan lain sebagainya,” pungkas Agoes.

Skip to content