Ketika (Penegak Hukum) Belajar HAM

Bagikan

Jakarta – Aparat penegak hukum, seperti hakim, jaksa, polisi, dan petugas pemasyarakatan serta advokat perlu mengerti dan memahami nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan diharapkan dapat mengimplementasikan nilai-nilai HAM kaitannya dengan hak anak terutama bagi anak berhadapan dengan hukum. Hal tersebut terlihat dari diskusi pada saat acara “diklat terpadu anak berhadapan dengan hukum”, pada kamis (20/8) di Balai Diklat Kejaksaan RI Ragunan, Jakarta.

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dibina dan diselamatkan dari pengaruh lingkungan negatif di sekelilingnya. Pada saat ini tindak pidana seperti tawuran, bullying, dan kekerasan sering dilakukan oleh anak, hingga berujung pada hilangnya nyawa. Hal ini menjadi persoalan yang memprihatinkan.

Menurut Kasubdit Penguatan Wilayah II Direktorat Jenderal HAM RI, Eva Gantini pada saat menjadi pembicara dalam diklat tersebut, menyampaikan “sebagai penegak hukum perlu memahami anak dan penyebab anak melakukan tindak pidana. Jika seorang anak melakukan tindak pidana harus dilihat dari beberapa aspek, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2012”.

Anak berdasarkan undang-undang adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Faktor yang paling penting dalam penanganan anak adalah mengedepankan hak-hak anak dan prinsip terbaik bagi anak.

“Ya, prinsip dalam penegakan hukum bagi anak adalah prinsip terbaik bagi anak. Seorang anak tidak boleh diperlakukan seperti layaknya orang dewasa. Kita coba bayangkan, jika satu hari saja anak dipidana atau dipenjarakan bersama orang-orang dewasa, bisa jadi dalam semalam itu anak akan mendapatkan ‘pengalaman’ negatif,” imbuhnya.

Menurut salah satu peserta diklat dari Kanwil Kemenkumham Bali, Yogi “UU tersebut (UU SPPA-red) telah jelas dan gamblang, bahwa disana ada peran Pembimbing Pemasyarakan (PK) untuk mendampingi anak sejak proses penyidikan,” menurutnya.

Sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA pasal (1) disebutkan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana) dan pada proses-proses tersebut antar aparat penegak hukum saling bersinergi dan duduk bersama dalam rangka menyamakan persepsi antar penegak hukum.

Kegiatan diklat diselenggarakan oleh Badan Diklat Kejaksaan RI, diikuti oleh 47 peserta terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung dan pemasyarakatan. Materi yang diberikan terkait undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Kegiatan tersebut patut diapresiasi dan dijadikan agenda kegiatan rutin. (ion)

Skip to content