Puluhan lelaki perempuan, dengan berbagai dandanan, unik maupun wajar, sebagian berjilbab, berunjuk rasa di beberapa titik di kawasan Car Free Day, Jakarta, Minggu (17/5/2015) dengan aneka atribut pelangi, berpuncak di Bundaran HI. Mereka bagian dari unjuk rasa di seluruh dunia, merayakan Hari Internasional Melawan Homofibia dan Transfobia (IDAHOT).
IDAHOT dirayakan setiap tahun sejak 17 Mei 1990, tanggal dihapuskannya homoseksual dari kategori penyakit mental oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO.
Tahun ini Idahot bertema penghapusan kekerasan terhadap LGBT.
Di Gedung Putih, Presiden Barack Obama memberi pernyataan khusus.
“(Isteri saya) Michele dan saya menegaskan lagi bahwa hak-hak kaum lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) adalah hak-hak asasi manusia, untuk merayakan martabat setiap manusia, dan untuk menggaris-bawahi bahwa setiap manusia berhak untuk hidup yang bebas dari ketakutan, kekerasan dan diskriminasi, terlepas dari siapapun mereka dan siapa pun yang mereka cintai.”
Ditegaskan Obama, kita harus berjuang untuk tujuan ini setiap waktu. “Kita berupaya untuk menghapuskan kekerasan yang motivasinya adalah pandangan bias, memerangi diskriminasi di tempat kerja, dan menangani kebutuhan khusus kaum transgender.”
Namun lain di tempat Obama, lain di Indonesia, kata Adon dari Pelangi Mahardhika, lembaga perjuangan hak LGBT yang turut mengorganisasikan perayaan Idahot 2015.
Di Indonesia tak ada pejabat yang berbicara tentang IDAHOT.
Satu-satunya hiburan, kata Adon dari Pelangi Mahardhika adalah untuk pertama kalinya Menteri Agama Indonesia berbicara cukup suportif.
“Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa LGBT merupakan pilihan pribadi. Itu sudah langkah maju, karena biasanya pejabat berbicara dengan nada menyalahkan,” tutur Adon.
Lepas dari itu, LGBTI di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah. “Kaum lesbian, homoseksual dan transeksual masih sering menjadi korban dari kekerasan dan diskriminasi, atau malah kriminalisasi.”
Yang memprihatinkan, ungkap Adon pula, reformasi dan kebebasan politik sejak jatuhnya Soeharto tidak diikuti oleh terbukanya kebebasan sipil.
“Justru sebaliknya, bermunculan peraturan di berbagai daerah yang mengkriminalisasi LGBT. Seperti di Provinsi Sumatera Selatan serta kabupaten seperti Padang Pariaman, Padang Panjang, Sawahlunto/Sijunjung dan Banjar, yang mengkriminalkan hubungan seksual sesama jenis,” tegas Adon.
Ia menyebutkan, pencabutan segala bentuk peraturan yang diskriminatif terhadap LGBT di segala tingkatan, harus dihapus. Ditegaskannya, kasus-kasus pelanggaran hukum dan HAM terhadap kaum LGBT juga harus diusut tuntas.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2015/05/150517_idahot_2015