IMPLEMENTASI KOVENAN HAK SIPIL DAN POLITIK DI INDONESIA (Hal.4 selesai)

Bagikan

Penulis: TEMMANENGNGA, S.Ip, MA

Kovenan ini jelas tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mensubversi integritas wilayah suatu negara. Oleh karena itu, sulit bagi kita menerima alasan mengapa sampai hari ini kita belum menjadi Negara Pihak dari perjanjian multilateral yang sangat penting ini.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia, UUD 1945 menjadi acuan bagi seluruh peraturan perundang-undangan yang di bawahnya. Konsep HAM menjadi lebih jelas pengaturannya dalam arti mendapat tempat tersendiri, yakni pada Bab XA tentang HAM, ditambah beberapa pasal di luar Bab tersebut yang tetap memuat materi HAM. Muatan hak sipil dan politik di dalam UUD 1945 dapat dibaca pada Pasal 27 tentang persamaan dalam hukum, Pasal 28 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, Pasal 28A tentang hak hidup, Pasal 28B tentang hak berkeluarga, Pasal 28C tentang hak mengembangkan diri, Pasal 28D tentang hak mendapat perlakuan hukum yang adil dan kepastian hukum, Pasal 28E tentang hak beragama, Pasal 28F tentang hak berkomunikasi, dan Pasal 28G tentang hak atas rasa aman.

Konsep Non Derogable Rights juga dianut dalam UUD 1945, yakni pada Pasal 28I yang menyebutkan bahwa: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. Penyebutan secara limitatif ini menimbulkan implikasi bahwa hak-hak lain di luar Pasal ini mengandung arti termasuk jenis derogable rights.

Konsep Non Derogable Rights juga dianut dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang dapat dibaca pada ketentuan Pasal 4 yang menyebutkan bahwa: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun”. Pengaturan lebih konkrit dari hak sipil dan politik dapat dibaca mulai dari Pasal 9 s.d 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yakni hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk bebas memeluk agama, hak untuk berpendapat dan berorganisasi, hak atas rasa aman, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang.

Selesai.

Skip to content