Jumlah korban jiwa akibat protes rusuh yang telah mengguncang Venezuela selama satu bulan telah mencapai 28, dan cedera 365, kata seorang pejabat senior pada Kamis (13/3).
Jaksa Agung Venezuela Luisa Ortega Diaz, yang menghadiri pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Swiss, mengatakan dalam wawancara telepon dengan stasiun TV negara, Globovision, di antara korban tewas terdapat tiga anggota Pengawal Nasional dan di antara korban cedera terdapat 109 polisi atau prajurit militer.
“Itu membuktikan demonstrasi tersebut tidak damai, tapi rusuh,” kata Luisa Ortega Diaz, sebagaimana dilaporkan Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat (14/3) pagi.
Ia membantah laporan media bahwa kebanyakan pemrotes adalah mahasiswa dan pemuda yang marah akibat kekurangan pangan dan inflasi tinggi.
Ia menyatakan para pejabat di Ibu Kota Venezuela, Karakas, telah menyita 25 senjata api, lebih dari 200 peledak, “termasuk bom Molotov dan (peledak) C4”.
Luisa Ortega Diaz mengatakan ia memberitahu Dewan PBB tersebut bahwa Pemerintah Venezuela berencana menghukum mereka yang bertanggung-jawab atas kerusuhan itu, sebagai bagian dari upaya untuk mengembalikan kedamaian dan ketenangan.
Mereka yang ditahan selama protes tersebut, yang terutama terpusat di 18 kota besar, telah “diproses dalam waktu 48 jam setelah ditangkap” sebagaimana ditetapkan oleh hukum, kata pejabat senior Venezuela itu.
Pada Rabu (12/3) Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan larangan protes rusuh anti-pemerintah yang telah membuat kacau Karakas selama satu bulan.
Maduro mengatakan pemerintahnya “akan menghentikan” pawai protes yang diselenggarakan oleh oposisi sayap-kanan di ibu kota, sebab “Karakas hidup dalam kedamaian”.
Satu-satunya penyelesaian bagi kerusuhan politik yang telah mengguncang Venezuela sejak 12 Februari adalah kelompok sayap-kanan “duduk di satu meja” dan berunding, kata Maduro dalam wawancara dengan Radio Kolombia –Radio Blu– di kantor presiden di Karakas.
Sebelumnya Pemerintah Venezuela mengutuk pernyataan Wakil Presiden AS Joe Biden, yang menggambarkan situasi di negara Amerika Selatan itu sebagai “mengerikan” dan mengatakan Presiden Nicolas Maduro “menciptakan persekongkolan”.
Di dalam satu pernyataan, Pemerintah Venezuela, Ahad (9/3), mengatakan, “Pemerintah AS telah bergabung dengan persekongkolan media internasional yang berpura-pura menyebarkan citra palsu perang dan penindasan umum di wilayah Venezuela.”
Pernyataan tersebut, yang dibacakan oleh Wakil Presiden Venezuela Jorge Arreaza di Karakas, adalah tanggapan atas pernyataan Biden yang disiarkan oleh pers Chile saat ia melakukan kunjungan di Santiago.
Pernyataan Venezuela itu mengatakan, “Presiden Nicolas Maduro, atas nama pemerintah dan rakyat Venezuela, dengan tegas membantah pernyataan yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden AS Joe Biden, sebab semuanya tak menghormati kedaulatan Venezuela.” [Ant/L-8]