Badan Legislasi (Baleg) DPR meminta sejumlah masukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait Prolegnas 2014, Selasa (10/12). Ada sejumlah masukan yang diberikan Komnas HAM, antara lain usulan sejumlah RUU agar dimasukan dalam Prolegnas.
“Terdapat RUU yang diusulkan dalam kumulatif terbuka sesuai program RanHAM 2011-2014,” ujar Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga.
Salah satu RUU yang dimaksud Sandra adalah rancangan regulasi tentang Penyandang Disabilitas. Menurutnya, Komnas HAM telah mengemukakan secara lisan pada pertemuan dengan Baleg 29 November 2012. Komnas HAM mengusulkan agar RUU tersebut masuk dalam Prolegnas 2013. Sayangnya, harapan Komnas HAM kandas lantaran RUU Disabilitas tak masuk dalam Prolegnas 2013.
“Oleh karena itu, Komnas HAM mengusulkan agar RUU Penyandang Disabilitas masuk dalam Prolegnas 2014,” ujarnya.
RUU lainnya adalah tentang Pengesahan Optional Protocol to The United Convention Againts Torture (OPCAT). Menurutnya, Indonesia telah mengesahkan konvensi menentang penyiksaan 1984 pada 28 September 1998. Hak bebas dari penyiksaan sudah dinyatakan sebagai HAM yang tak dapat dikurangi dalam keadaan apapun sebagaimana tertuang dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UUD 1945.
Meski sudah diundangkan,praktik penyiksaan masih saja terjadi. Ironisnya, peraturan perundangan belum mengatur penyiksaan sebagaimana dimaksud dalam konvensi menentang penyiksaan 1985 dan dalam UU HAM sebagai tindak pidana. Oleh karena itu, kata Sandra, untuk melindungi orang yang dirampas kebebasannya di tempat penahanan dari praktik penyiksaan kejam dan tidak manusiawi perlu dilakukan upaya preventif.
“Tidak adanya lagi penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat akan memantapkan citra bangsa Indonesia sebagagi bangsa yang beradab,” katanya.
Komisioner Komnas HAM lainnya, Roichatul Aswidah, menambahkan RUU Pengesahan Statuta Roma juga perlu masuk dalam Prolegnas 2014. Menurutnya, Statuta Roma merupakan instrumen internasional yang melindungi sejumlah HAM. Statuta Roma juga instrumen hukum pidana internasional untuk mencegah penindasan dan kejahatan serius.
“Maka Komnas HAM sesuai dengan tujuan, fungsi dan wewenangnya dalam penegakan dan pelaksanaan HAM mendorong disahkannya Statuta Roma dalam waktu yang tidak terlampau lama,” ujarnya.
Roichatul melanjutkan, Komnas HAM mengusulkan RUU Pengesahan Konvensi Pengungsi. Soalnya, Indonesia kerap dijadikan wilayah yang dilewati para pencari suaka ke negara tujuan. Hal itu disebabkan kondisi geografis Indonesia yang strategis berada di antara benua Asia dan Australia dan Samudera Hindia dan Pasifik. Menurutnya, jumlah pencari suaka terbilang banyak dan kerap mengalami peningkatan.
Kondisi tersebut menjadi persoalan tersendiri bagi Indonesia. Akibatnya, kata Roichatul, pemerintah Indonesia tak dapat menentukan sendiri status pengungsi dan pencari suaka. Pasalnya, Indonesia bukanlah negara yang menandatangani dan meratifikasi Konvensi Pengungsi maupun Protokol 1967.
“Sayangnya sampai saat ini belum ada kebijakan dan mekanisme nasional dalam penanganan pencari suaka di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut Roichatul berpendapat, buruknya penanganan pencari suaka di Indonesia acapkali mengalami berbagai persoalan koordinasi antara yang berwenang dan terkait. Semisal, penahanan pencari suaka di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) selama menunggu penentuan status pencari suaka.
Selain itu, persoalan penempatan para pencari suaka dan pengungsi di negara penerima. Tak kalah penting, persoalan sosial, ekonomi dan budaya. “Untuk mengatasi semua persoalan tersebut, Ratifikasi Konvensi Perlindungan Pengungsi 1951 beserta protokol oleh pemerintah Indonesia sangat penting bagi jaminan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM pencari suaka,” ujarnya.
Wakil Ketua Baleg Achmad Dimyati Natakusuma mengamini usulan Komnas HAM. Menurutnya, kajian Komnas HAM terkait HAM cukup menarik untuk ditindaklanjuti. Hanya saja, usulan Komnas HAM sejatinya akan dibahas oleh Panja penyusun Prolegnas 2014.
“Masukan Komnas HAM bagus, kami minta Komnas HAM terus melakukan kajian dan pendalaman untuk melakukan analisa,”imbuhnya.
Anggota Komisi III Eva Kusuma Sundari juga mengamini permintaan Komnas HAM. Khusus RUU Penyandang Disabilitas perlu dimasukan dalam Prolegnas. Cuma memang persoalannya pada pelaksanaan. Menurutnya, implementasi pemerintah dalam memberikan pelayanan bagi penyandang disabilitas tak maksimal.
“Misalnya, akses jalan untuk para orang buta, meski sudah ada yang mengatur tapi tidak diimplementasikan oleh pemerintah daerah. Jadi isunya penegakannya,” pungkas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52a82f98deb42/komnas-ham-usul-sejumlah-ruu-masuk-prolegnas-2014